Tuesday, July 10, 2018

Pentingnya melakukan Measurement System Analysis sebelum tindakan improvement

Measurement System Analysis adalah analisa system pengukuran untuk memvalidasi apakah system pengukuran yang kita gunakan capable atau tidak. Hasil pengukuran yang tidak valid disebabkan oleh system pengukuran yang tidak kapable. Sehingga data pengukuran yang dihasilkan salah. Data yang salah akan mengakibatkan hasil analisa yang salah. Dan hasil analisa yang salah akan mengakibatkan solusi yang salah. Jadi system pengukuran sangat penting di dalam project six sigma.  Permasalahan yang sering timbul terkait system pengukuran ada banyak yaitu terjadi offset antara hasil pengukuran dengan true value atau nilai sebenarnya, terjadi masalah inkonsistensi hasil pengukuran atau hasil pengukuran yang berubah-ubah, masalah resolusi dari alat pengukuran, masalah terkait kompetensi dan skill orang yang melakukan pengukuran, dan masalah lainnya.
Analisa system pengukuran memiliki beberapa aplikasi yaitu untuk mengetahui apakah alat pengukuran tersebut kapabel atau tidak, sebagai kriteria apakah alat tersebut dapat diterima, dan untuk membandingkan kemampuan antara dua alat ukur.
Error system pengukuran dibedakan menjadi dua yaitu akurasi dan presisi. Akurasi menyatakan tingkat ketepatan sedangkan presisi menyatakan tingkat konsistensi alat ukur. Akurasi sendiri dibagi menjadi dua yaitu offset dan linearity. Offset adalah seberapa besar nilai hasil pengukuran terhadap bacaan sebenarnya, yang diperoleh dari kalibrasi golden samples. Sedangkan linearity adalah tingkat penyimpangan offset dalam range tertentu.
Presisi digolongkan menjadi dua yaitu repeatability dan reproducibility.
Repeatability menyatakan konsistensi dari alat pengukuran. Sedangkan reproducibility menyatakan konsistensi dari orang yang melakukan pengukuran. Jadi system pengukuran disini terdiri dari alat dan manusia.
Untuk melakukan MSA ada standard yang digunakan yaitu minimal 5-2-2. Menggunakan 5 samples, 2 orang, dan 2 perulangan. Hasil dari MSA kita kenal dengan nilai Gage R&R atau gage repeatability and reproducibility.
Semakin kecil nilainya maka semakin bagus kepresisiannya. Menurut standard ISO/TS19649 menyatakan system pengukuran dapat diterima jika nilai gage R&R dibawah 10%.
Metode gage R&R terdiri dari 2 metode yaitu crossed method dan nested method. Nested method digunakan untuk alat ukur yang sifatnya destruktif, sedangkan crossed method untuk non destruktif. Contoh alat ukur destruktif seperti: shear strength test, wirepull strength test, weld strength test, dsb.
Sedangkan untuk data pengukuran yang sifatnya attribute seperti visual test maka kita menggunakan MSA attribute agreement analysis. Aplikasinya untuk menguji kompetensi kemampuan visual test dari beberapa inspector, apakah mereka kapabel atau tidak. Disini digunakan beberapa sample test yaitu sample good, sample NG, dan beberapa limit sample. Kemudian menguji pada inspector apakah mereka mampu mengenali sample tersebut good atau NG.
Hasil analisa MSA akan memberikan dua kemungkinan yaitu apakah system pengukuran kapabel atau tidak. Jika hasil msa bagus maka kita bisa lanjut ke langkah berikutnya. Tetapi jika hasilnya tidak bagus berarti kita menemukan ada masalah yang membutuhkan perbaikan. Banyak project Six Sigma yang terbantu dengan hasil msa ini. Analisa msa akan menunjukkan apa yang perlu dilakukan perbaikan. Bisa terkait alat ukurnya, atau metode pengukurannya, atau pemahaman inspector terhadap kriteria NG, dsb.
Dengan melakukan perbaikan terhadap system pengukuran maka kita akan mampu mencegah terjadinya overreject dan overpass. MSA ini adalah salah satu syarat di fase measure untuk memastikan system pengukuran bagus sebelum melangkah ke tahap selanjutnya. Taguchi mengatakan “jika anda tidak bisa mengukur maka anda tidak akan bisa mengimprove”.