Tuesday, August 28, 2018

Industri 4.0 vs Lean



Sekarang kita berada di era revolusi industry 4.0 dan hal ini menimbulkan banyak pertanyaan: Bagaimana dengan nasib system Lean? Apakah sekarang ini masih relevan menggunakan Lean di era industry 4.0?  Apakah Lean masih diperlukan? Mana yang lebih baik antara industry 4.0 vs Lean?

SAMAKAN DULU PERSEPSI
Sebelum mengulas lebih jauh mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, marilah kita menyamakan persepsi dulu mengenai apa itu industry 4.0 dan Lean. Industri 4.0 adalah istilah yang dikenalkan pertama kali di Jerman bahwa kita sekarang sudah memasuki revolusi industry ke 4 yang menggunakan teknologi tinggi. Jerman sendiri dikenal sebagai bapaknya manufaktur di Eropa dimana banyak mengenalkan teknologi-teknologi terbaru dalam industry manufaktur.  Revolusi industry pertama ditandai dengan penggunaan teknologi steam power untuk menggerakan proses produksi manufaktur. Kemudian dilanjutkan dengan revolusi industry kedua yaitu ditandai dengan penggunaan teknologi listrik dan assembly line yang memungkinkan untuk melakukan mass production. Dilanjutkan dengan revolusi industry ketiga yang dimulai dengan penemuan microprosesor sehingga memungkinkan dalam penggunaan automation dalam mesin produksi. Dan sekarang kita masuk ke revolusi industry keempat dimana teknologi terbaru seperti cloud computing, internet of things, digital transformation, realtime sense and response, robotika, artificial intelligence, machine learning, 3D printing, dan teknologi terbaru lainnya yang memungkinkan manufacture melakukan revolusi industry yang melompat jauh dari sebelumnya. Kita sudah bisa membayangkan adanya “obrolan” mesin dengan mesin dalam proses produksi. Bagaimana mesin produksi “membaca” order langsung dari pelanggan dan memetakan semua kebutuhan supply chain. Bagaimana mesin “memerintah” dalam mengatur jadwal produksi semua mesin sekaligus melakukan monitoring. Bagaimana mesin mendeteksi secara langsung bagaimana proses produksi berjalan dan melakukan real time data analysis serta langsung meresponse jika terjadi deviasi. Impian seperti inilah yang disebut sebagai smart factory.

THE SMART FACTORY
Kita bisa membayangkan smart factory ini seperti apa yang dibayangkan Elon Musk pendiri SpaceX dalam membangun pabrik mobil listrik Tesla. Dimana dia menjanjikan akan melakukan semua full automation pada pabriknya tanpa perlu bantuan satu orangpun dalam menjalankan proses produksi. Elon mengatakan bahwa produknya bukanlah mobil tetapi produk sesungguhnya adalah Giga Factory, nama pabriknya. Sayangnya rencana giga factory tidak berjalan dengan mulus. Banyak terjadi masalah pada mesin automationnya, yang akhirnya berdampak pada terlambatnya pengiriman produksi. Hal ini berdampak sangat besar, kepercayaan investor, kepercayaan pelanggan, supplier, internal management perusahaan, dan juga nilai saham. Pada satu kesempatan Elon menyatakan dalam tweetnya bahwa dia terlalu mengandalkan automation dan mengunderestimate peran manusia.

LEAN DEFINED
Sekarang kita beralih ke Lean. Lean dapat didefinisikan dari beberapa perspektif yaitu filosofi, prinsip, mindset, management, dan metode atau tools. Filosofi Lean adalah menghilangkan semua waste/ aktivitas non value added disepanjang end-to-end value chain. Mulai dari supplier, proses produksi, sampai ke tangan pelanggan. Tujuan Lean sangat jelas yaitu mempersingkat proses leadtime disepanjang value chain tersebut. Lean mengenalkan lima prinsip dasar yaitu menentukan keinginan pelanggan, menciptakan value stream, membuat proses mengalir one piece flow, menggunakan system pull, dan mengulangi improvement terus menerus menuju sempurna. Lean bukan hanya menyentuh aspek proses tetapi juga aspek manusia, dan filosofi perusahaan. Di dalam menciptakan system produksi yang Lean, kita perlu menyentuh aspek-aspek tersebut secara utuh. Dengan prinsip Continuous Improvement, maka Lean merupakan sebuah cita-cita yang harus dikejar secara terus-menerus. Tidak ada perusahan yang Lean yang ada adalah perusahaan yang lebih Lean. Sehingga kita mengenal istilah Lean Journey. Di dalam House of Lean terbagi dalam 3 bagian yaitu fondasi, pilar, dan atapnya. Atap Lean adalah objective dari sebuah organisasi. Apa yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut. Biasa direpresentasikan dan diukur dalam metric SQCDM. Atap ini ditopang oleh 2 pilar utama yaitu pilar Just In Time dan pilar Jidoka (Autonomation). Dan pilar ini diberikan fondasi yang kokoh yaitu Standardize Process. Untuk membangun House of Lean, kita tidak bisa serta merta langsung membangun pilarnya, menerapkan just in time dan autonomation. Kita tidak bisa menjalankan system pull atau implementasi system automation lainnya tanpa memiliki fondasi yang kokoh. Kita tidak mungkin menciptakan automation pada proses yang non value added. Kita tidak bisa langsung menggunakan automation ini pada proses yang tidak streamline. Prinsip automation pada Lean adalah hanya menerapkan pada proses yang memberi nilai tambah. Proses yang streamline. Dan didalam Lean ada prinsip mesin bagus untuk pekerjaan berulang sedangkan manusia bagus untuk pekerjaan kreatif, dan sebaliknya. Kita harus memilah mana proses yang cocok untuk diterapkan automation dan mana yang tidak. Bagaimana dengan fondasi terhadap 2 pilar tersebut? Fondasi dalam Lean termasuk proses kerja yang standard dan stabil, area kerja 5S yang efektif dan efisien, system pemeliharaan mesin yang optimal dengan konsep TPM, objective yang terukur dan transparent, mekanisme system komunikasi untuk melakukan evaluasi hasil pekerjaan dan problem solving. Tanpa fondasi yang kokoh ini system produksi Lean tidak akan bisa berjalan. Kita tidak mungkin menjalankan pilar Just In Time untuk proses kerja yang tidak standard, area kerja yang berantakan, reliabilitas mesin yang tidak terprediksi, tidak adanya kejelasan ukuran dan sasaran dalam produksi, dan tidak adanya system komunikasi untuk mengevaluasi jika terjadi penyimpangan, serta yang paling penting tentu saja peran manusia dalam melakukan pemecahan masalah. Learning organization adalah satu hal yang wajib dalam Lean, merekalah ujung tombak di dalam menyelesaikan masalah dan juga dalam melakukan improvement. Tidak ada system produksi yang langsung sempurna pada saat desain awal, pasti akan selalu  membutuhkan perbaikan terus-menerus. Disinilah pentingnya empowerment pada manusia.
Jika kita memahami definisi diatas mengenai Industry 4.0 dan Lean maka akan jelas sekali benang merahnya. Industri 4.0 adalah bagian dari pilar Autonomation dalam House of Lean. Keduanya bukanlah pilihan, tetapi justru akan saling mendukung. Industry 4.0 akan memungkinkan system produksi Lean mencapai kesempurnaan. Dengan penggunaan sensor dan actuator, realtime data analysis, big data, cloud computing, dan artificial intelligence, maka akan memungkinkan pemahaman realtime terhadap keinginan pelanggan, realtime data sharing, feedback langsung terhadap kelemahan produk dan proses, dan mengurai supply chain yang kompleks. Produksi dapat memproses produk jauh lebih cepat dengan waste lebih sedikit, dan juga mengurangi inventori secara dramatis, sehingga proses leadtime  di seluruh rangkaian end-to-end value chain jauh lebih cepat.
Sebaliknya penerapan industry 4.0 tanpa menjalankan prinsip-prinsip Lean justru akan berakibat fatal. Kita malahan akan menerapkan teknologi di proses yang tidak tepat, proses yang tidak memberi nilai tambah, melakukan automation pada proses yang justru menjadi kelemahan mesin, memiliki layout produksi yang tidak sesuai dengan prinsip value stream, gagal menciptakan aliran one piece flow, menumpuk banyak inventori dan produk NG, dan sebagainya. Jangan pernah meremehkan peran manusia dalam melakukan problem solving di proses produksi. Semua proses membutuhkan evolusi, adjustment, dan improvement terus menerus untuk menjadi sempurna. Toyota yang sudah menerapkan automation di hampir semua proses, pada awalnya membutuhkan beberapa percobaan untuk sampai di titik tersebut. Dan kita bisa melihat bagaimana gigafactory di awal produksi yang terlalu yakin akan kemampuan automation tapi justru tertatih-tatih dan merasakan dampak buruknya.

VERDICT
Industri 4.0 adalah yang dibutuhkan untuk menciptakan Lean yang sempurna. Tapi jangan melupakan fondasi serta prinsip-prinsip Lean pada proses yang dibuat. Keduanya adalah kepingan puzzle yang justru saling melengkapi.