Friday, March 16, 2018

Lima Prinsip Lean Manufacturing



Lean adalah metode untuk menghilangkan non value add activities. Lean juga memiliki pengertian how to create more value with less resources. Lean memiliki definisi yang sangat luas. Dapat dipandang sebagai budaya, management, metode, dan filosofi. Di dalam bukunya Lean Thinking, John Womack mensarikan bahwa ada Lima prinsip utama dalam Lean yaitu:

1. Mendefinisikan Value
2. Mengidentifikasi Value Stream
3. Menciptakan Flow terhadap Value
4. Menggerakkan Flow dengan Pull System dari Customer
5. Terus menerus mengulangi dengan tujuan Perfection

Mari kita bahas satu persatu prinsip Lean tsb:

1.     Mendefinisikan Value
Value adalah barang atau jasa yang kita deliver ke customer. Value Added activity didefinisikan sebagai semua aktivitas yang pelanggan bersedia membayar. Kita mengenal akronim 3C: Change Fit, Change Function, and Correct First Time. 3 Kriteria ini harus terpenuhi untuk menentukan apakah aktivitas tersebut merupakan value atau tidak. Lean berfokus pada menghilangkan semua aktifitas non value added. Aktivitas non value add diilustrasikan seperti lapisan lemak pada daging. Customer hanya menyukai dagingnya, dan akan senang jika lapisan lemaknya disingkirkan. Mereka hanya membayar apa yang mereka inginkan, yaitu daging. Di perusahaan, semakin banyak aktivitas non value added maka  proses akan semakin tidak efisien dan bertambah mahal. Harga ini yang nantinya harus ditanggung perusahaan dan ditanggung konsumen. Sehingga perlu berfokus pada value apa yang ditawarkan ke pelanggan dan menghilangkan semua aktivitas non value add. Contoh aktivitas non value add adalah: transportasi, inventory, motion, waiting, over process, over production, defect dan rework, non utilized employee.

2. Mengidentifikasi Value Stream
Setelah kita mengerti proses yang menjadi value bagi pelanggan, maka tugas kita berikutnya adalah mengidentifikasi value stream. Urut-uratan dari process yang valueable dari end-to-end. Dari raw material sampai produk jadi. Dari pembelian material sampai pengiriman ke customer. Dari customer order sampai customer bayar. Sangat penting untuk memahami urutan proses tersebut sehingga kita bisa mendesain aliran proses yang benar dan berurutan, mengalirnya material dari awal sampai akhir tanpa terjadi proses bolak-balik, urutan proses yang streamline, dan kita juga mampu mendesain kapasitas proses sedemikan rupa supaya sesuai dengan demand dari customer. Desain streamline proses value stream ini diatur berdasarkan produk atau family produk. Jadi bukan hanya urutan proses flownya tapi produk flownya yang lebih penting. Karena di dalam Lean kita mengenal adanya value stream manager. Diassign bertangggungjawab terhadap produk value stream, bukan berdasarkan berdasarkan proses. Sehingga layout dapat dibuat streamline dan efficient.

3. Menciptakan Flow terhadap Value
Setelah kita memahami value stream dari suatu produk maka tugas berikutnya adalah menciptakan flow. Proses sudah berurutan, layout sudah stream line, terus bagaimana supaya mengalir? Syaratnya adalah kita harus mengerti cycle time atau kecepatan dari masing-masing proses. Proses yang memiliki kecepatan berbeda-beda akan mengakibatkan material tersendat alias tidak mengalir. Proses ada yang bersifat machine driven dan labor driven. Machine driven adalah proses yang kecepatannya tergantung peran mesin, labor driven adalah proses yang kecepatannya tergantung kecepatan skill manusia. Kita dapat mengatur atau mengadjust kecepatan proses labor driven dengan cara membagi pekerjaan dan mendistribusikan pekerjaan supaya merata pekerjaannya, membagi pekerjaan untuk 2 orang, atau menggabungkan beberapa pekerjaan untuk 1 orang alias multiskill polyvalence polycompetence. Yang agak sulit adalah mengatur kecepatan proses machine driven. Jika memang mesinnya lambat dan dibawah kecepatan demand, maka beberapa hal yang bisa dilakukan adalah menambah jam kerja lebih lama, menambah jumlah shift, tidak ada libur, atau bahkan harus menambah  mesin untuk memenuhi kecepatan demand alias takt time. Prinsipnya adalah kecepatan antar proses harus merata sehingga material dapat mengalir, dan tidak terjadi penumpukan di suatu proses dan timbul bottleneck.

Di dalam tahapan flow ini kita juga berusaha menciptakan aliran dengan cara mengurangi batch size atau bahkan one piece flow. Semakin besar jumlah batch size maka resiko proses yang lain menunggu akan semakin besar. Karena variasi waktu untuk memproses batch besar akan semakin besar. Kurangi ukuran batch secara bertahap, sehingga variasi waktu akan semakin kecil dan material akan semakin cepat mengalir. Jumlah optimal batch size akan ditentukan berdasarkan pertimbangan lama waktu setup dan changeover dan juga jumlah produksi dan rencana produksi.

4. Pull System dari Customer
Tahapan keempat setelah kita selesai mendesain aliran value stream yang mengalir, layout proses yang streamline, kecepatan sesuai demand, dan batch size yang kecil, maka berikutnya adalah bagaimana menggerakkan material. Produksi tradisional akan mentrigger dengan cara membuat perencanaan produksi untuk 1 bulan, 1 minggu, dan harian, diturunkan bertingkat ke bawah. Sistem ini kita kenal dengan system push. Produksi mengerjakan sesuai rencana dan menghasilkan output sesuai target waktu yang ditetapkan. Planning akan membuat rencana berdasarkan forecast dengan rentang yang panjang. Forecast ini kemudian di plot kedalam kapasitas produksi. Terkadang demand belum tentu sesuai forecast dan kadang plan produksi dibuat untuk mengisi kapasitas yang kosong. Kelemahannya adalah terkadang produk yang sudah dibuat berdasarkan rencana produksi tidak langsung bisa dikirim ke pelanggan. Karena memang demandnya belum ada atau produk tidak sesuai. Bisa juga produksi tidak bisa kirim karena produk yang diinginkan berbeda. Inilah kelemahan planning berdasarkan forecast. Di dalam Lean, konsepnya adalah system pull. Dimana rencana produksi dibuat berdasarkan actual konsumsi oleh customer. Ilustrasinya adalah jika customer menarik produk A sebanyak 10,000 pcs maka akan muncul trigger ke produksi untuk memproduksi produk A sebanyak 10,000 pcs. Jika customer hanya menarik produk B sebanyak 5,000 pcs maka akan muncul trigger ke produksi sebanyak 5,000 pcs produk B. Dan seterusnya. Hal yang diperhitungkan adalah ordering lead time dan process lead time. Jika waktu process leadtime lebih cepat dibanding ordering lead time maka produksi akan menggunakan system generic pull, yaitu make to order. Ada pesanan baru akan di produksi. Tetapi jika proses lead time sangat lama dibandingkan janji SLA ordering lead time, maka produksi harus menggunakan system replenish pull, yaitu membuat supermarket finished good yang dapat segera diambil dan dikirim ke pelanggan. Tools yang sering digunakan untuk menjalankan system pull ini adalah kanban dan heijunka box. Kanban adalah kartu yang berisi keterangan mengenai produk dan melekat pada produk. Kanban dipakai sebagai sinyal jika barang sudah dikonsumsi, maka muncul sinyal untuk memproduksi atau membeli lagi. Heijunka box adalah kotak yang dipakai untuk rencana produksi. Kartu kanban yang barangnya sudah diambil akan dibawa ke heijunka box untuk dialokasikan kapan akan diproduksi. Heijunka box diatur berdasarkan hari dan jam, sehingga produksi dapat mengikuti rencana dengan mudah.

5. Terus menerus mengulangi dengan tujuan Perfection
Tahapan kelima adalah prinsip Kaizen atau Continuous Improvement. Setelah kita menjalankan proses pertama sampai keempat, maka upaya Lean tidak akan berhenti disitu. Filosofi Lean adalah improvement terus menerus. Tidak ada perusahaan yang sudah Lean, yang ada adalah perusahaan yang lebih Lean. Lean adalah cita-cita. Suatu journey. Setiap organisasi harus terus-menerus mengulangi upaya Lean supaya lebih Lean dari waktu ke waktu. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hari esok harus lebih baik dari hari ini. Tidak ada kata berhenti untuk Lean. Tidak ada proses yang terbaik, yang ada hanya proses yang lebih baik.
1.     Define Value:
Apakah ada aktivitas non value added yang bisa kita eliminate lagi?
Apakah ada value lain yang diinginkan pelanggan yang bisa kita deliver?
Apa lagi proses yang bisa kita ECRS?
Apakah defect rate dan rework dapat diturunkan?
2.     Value Stream:
Apakah value stream dapat disederhanakan  lagi?
Apakah value stream dapat diringkas?
Apakah layout bisa lebih stream line?
Apakah layout mendukung flexible capacity?
Apakah layout mendukung polyvalence polycompetence?
3.     Flow:
Apakah aliran proses bisa lebih balance lagi?
Apakah batch size masih bisa dikurangi?
Apakah memungkinkan untuk one piece flow?
Apakah waktu setup dan changeover dapat lebih cepat lagi?
Apakah jumlah manpower sudah optimal?
Apakah mesin sudah reliable?
Apakah memungkinkan menggunakan ban berjalan?
Apakah proses berhenti semua saat terjadi masalah?
Apakah memungkinkan menggunakan water spider/material supply?
4.     Pull:
Apakah proses leadtime dapat dipercepat?
Apakah ordering leadtime untuk bahan baku dapat dipercepat?
Apakah stok material dapat diturunkan?
Apakah stok finished good dapat diturunkan?
Apakah WIP cap dapat diturunkan?
Apakah kita menjalankan smoothing?

Sedemikian banyak Lean improvement, artinya akan selalu ada opportunity for improvement. Semakin sering effort Lean dijalankan maka operation perusahaan akan semakin efektif dan efisien. Bahkan jika semua effort ini sudah dijalankan, maka akan masuk ke pilar Lean berikutnya yaitu automation. Dengan tetap memegang 5 prinsip diatas, kita juga bisa menginstall automation seperti sensor, alarm, system mistake proofing, smart device, system digital, machine learning, ioT, bahkan artificial intelegince untuk menunjang system produksi Lean. Apakah perusahaan anda sudah menjalankan Lean?



No comments:

Post a Comment