Tuesday, March 20, 2018

SIX SIGMA, senjata rahasia perusahaan Fortune 500


          Six Sigma adalah strategi bisnis yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia yang ada di Fortune 500 seperti Samsung, General Electric, Sony, dan lainnya. Perusahaan tersebut mengadopsi Six Sigma untuk meningkatkan quality dan mentransformasi operation mereka dengan tujuan supaya lebih efektif dan efisien, sehingga berpengaruh ke perbaikan bottomline.
          General Electric telah membuktikan kekuatan Six Sigma dengan mampu meningkatkan profit mereka sampai 5 kali lipat dengan mewajibkan setiap manager menjadi seorang belt dan harus mendeliver project Six Sigma sebagai syarat promosi jabatan. Six Sigma memiliki struktur yang sistematis sehingga dapat diikuti oleh organisasi manapun dalam mengadopsi framework Six Sigma.
          Selain sebagai strategi bisnis, Six Sigma juga memiliki metodologi yang robust yang dapat digunakan dalam proses problem solving. Metodologi ini dikenal dengan nama DMAIC. Metode ini membentuk mindset berpikir seseorang dalam memecahkan sebuah masalah tidak boleh langsung jump to conclusion, tapi harus mencari dulu akar masalahnya. Sehingga solusi yang diberikan akan memberikan dampak nyata dan dapat diverifikasi melalui data.
          Mindset untuk menyelesaikan masalah dengan data ini yang sangat penting dalam Six Sigma. Sehingga dalam bertindak dan mengambil keputusan, setiap orang akan memiliki data penunjang, dan tidak hanya berdasarkan asumsi atau pengalaman pribadi. Setiap orang dalam organisasi akan memiliki cara berpikir yang sama, sehingga kerjasama dalam menyelesaikan masalah dapat saling memahami dan berkolaborasi. Sekarang ini Six Sigma bukan hanya diimplemenasikan di industry manufaktur, tetapi juga diterapkan di industry lain seperti industry migas, industry tambang, industry perbankan, asuransi, hospitality, bahkan di pemerintahan.
          Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Bill Smith dari perusahaan Motorolla di akhir 80an. Dengan Six Sigma, Motorolla berhasil memperoleh saving cost sebesar USD 17 billion. Early adopternya adalah General Electric dengan CEOnya Jack Welch. Yang membuat Six Sigma menjadi lembaga dan mewajibkan keterlibatan dan komitmen dari top level management. Six Sigma adalah kesuksesan besar bagi GE dalam meningkatkan profit mereka. Jack Welch disebut sebagai CEO terbaik abad ke 20. Kemudian hampir semua perusahaan besar di Fortune 500 menjalankan Six Sigma.
          Misi utama dalam Six Sigma adalah Quality improvement. Misi ini dicapai dengan semboyan reduce variation. Variation is Evil. Six Sigma metodologi bergantung dengan data proses. Setiap proses harus mampu kita ukur sebelum kita bisa meningkatkan kinerjanya. Six Sigma didefinisikan sebagai satuan statistik yaitu yield proses sebesar 99.99996% atau setara dengan cacat hanya 3.4 dalam sejuta produksi. Ide utama Six Sigma adalah perbaikan berkelanjutan. Sehingga Six Sigma merupakan cita-cita dan journey perusahaan untuk terus-menerus melakukan improvement. Dengan kualitas yang terus improve maka cost akan terus diturunkan, dan perusahaan akan makin terus bertumbuh.
          Di dalam framework Six Sigma juga dikenalkan adanya struktur organisasi yang terdiri dari steering committee, project sponsors, champion, blackbelt, greenbelt, and bahkan whitebelt. Tujuan struktur ini adalah untuk project governance sehingga jelas peran dan tanggung jawab setiap orang. Steering committee menentukan policy perusahaan dan memberikan arah dari program Six Sigma. Champion bertindak selaku program leader bertanggung jawab atas deployment dan kesuksesan Six Sigma program di organisasi. Project sponsor adalah owner dari project, bertugas menyediakan resources yang dibutuhkan untuk menjalankan project dan remove roadblock atau halangan selama pengerjaan project. Black belt adalah project leader full time 100% untuk mengerjakan project six sigma. Black belt umumnya diberikan target besaran saving dalam setahun tergantung masing-masing perusahaan, sebesar USD 200,000/year. Sedangkan greenbelt adalah parttime dalam mengerjakan project six sigma disamping pekerjaan utamanya, ditarget untuk melakukan saving sebesar USD 50,000/year. Green belt menjalankan six sigma dibawah pengawasan seorang blackbelt. Organisasi six sigma ini memiliki mekanisme ceremonies, mulai dari executive briefing, project selection, team selection, project kick off, project execution, project gate review di setiap fase, sampai project closing dan handover.
          Metodologi yang digunakan dalam six sigma dalam project execution adalah dengan metode DMAIC, yang merupakan kepanjangan dari Define Measure Analyze Improve dan Control. Filosofi dalam DMAIC adalah dalam menyelesaikan sebuah masalah kita harus mengetahui akar masalahnya dulu, yang disimbolkan dengan y sebagai fungsi x. Tahapan pertama project dimulai dari fase Define yaitu mendefinisikan masalah yang akan diselesaikan. Kemudian Measure yaitu mengukur baseline dari masalah tersebut. Analyze yaitu menganalisa akar masalahnya. Improve yaitu implementasi perbaikan atau solusi masalah. Control yaitu menjaga supaya hasil improvement dapat dipertahankan.
          Fase Define ini sangat penting dalam memulai project. Albert Einstein pernah menyatakan jika dia memiliki waktu 1 jam untuk menyelesaikan sebuah masalah, maka dia mengatakan akan menghabiskan waktu 80% untuk mendefinisikan masalah dan 20% untuk menyelesaikannya. Maksud dari quote ini adalah sangat penting kita memahami masalahnya sebelum berusaha menyelesaikannya. Di dalam six sigma kita mengenal beberapa tool yang digunakan di fase Define, yaitu project charter, sipoc chart, communication plan, stakeholder analysis, dan voice of customer.
          Fase Measure menekankan pentingnya untuk mengetahui baseline masalah sebelum melakukan improvement. Semboyannya adalah jika kita tidak bisa mengukurnya maka kita tidak akan bisa mengimprovenya. Maksudnya adalah improvement harus bisa dibuktikan apakah memang valid dan efektif dengan cara menunjukkan data sebelum dan sesudah perbaikan. Jika seseorang mengklaim telah melakukan improvement maka dia harus mampu membuktikannya dengan data yang valid. Ada kutipan bahwa Tanpa data maka apa yang anda katakan hanya sebuah opini. Project improvement yang baik harus mampu menunjukkan validitas data dan validitas dari alat pengukuran. Di fase measure ini diperkenalkan tool seperti measurement system analysis, data collection plan, data stratification, data sampling test, histogram, pareto chart, dan graphical chart lainnya.
          Fase Analyze adalah tahapan untuk mencari akar masalah. Dimulai dari memunculkan semua potential penyebab masalah yang mungkin dengan CE Matrix. Penemunya adalah ishikawa, beliau menyatakan bahwa sumber variasi dari setiap proses sudah pasti datang dari satu dari beberapa penyebab ini yaitu variasi karena manusia, mesin, material, metode, measurement, dan lingkungan. Maka saat kita mencari potensi penyebab masalah, kita diwajibkan untuk melihat satu-persatu kemungkinan dari 6 penyebab tadi. Inilah yang kemudian disebut dengan brainstorming. Prosesnya adalah mulai dari mengenerate semua potensi penyebab masalah, mengklarifikasinya, sampai kemudian menyaringnya. Tujuan akhirnya adalah kita mampu memprioritaskan mana penyebab masalah yang paling signifikan. Untuk kemudian kita validasi dengan tool six sigma seperti scatter diagram, correlation test, atau hypothesis test untuk memvalidasi akar masalahnya.
          Fase Improve adalah langkah berikutnya. Setelah kita memvalidasi akar masalahnya. Maka tugas kita berikutnya adalah mengatasi akar masalah tersebut. Kita mengenal tool ECRS. Yaitu eliminate combine reduce simplify. Jika kita sudah tahu akar masalahnya, maka apakah akar masalah itu bisa kita eliminate, combine, reduce, atau simplify? Di fase improve ini juga diperkenalkan tool seperti design of experiment. Tujuannya adalah untuk mengoptimasi parameter x yang paling berpengaruh terhadap y. Dengan cara membuat model proses kemudian kita bebas menentukan factor-faktor untuk mencapai nilai y yang kita inginkan, sehingga parameter x yang dimunculkan adalah nilai yang paling optimal.
          Fase Control adalah fase kritikal terakhir dalam project six sigma. Tujuan dari fase ini adalah untuk memastikan bahwa improvement yang sudah dicapai dapat dipertahankan dengan menjaga kondisi key input variable x nya dan memantau key output variable y nya. Hal ini dicapai dengan cara menuangkan semua kritikal parameter dalam sebuah dokumen proses control plan. Dokumen ini akan menjelaskan parameter  yang dikontrol, bagaimana mengontrolnya, seberapa sering, berapa banyak samplenya, dicatat dalam dokumen apa, dan apa yang harus dilakukan jika terjadi out of control. Ini adalah dokumen quality yang digunakan di ISO TS16949 untuk mengaudit proses.
          Disamping control plan, konsep lain yang dipakai adalah mistake proofing. Yaitu jika kita membuat process tersebut anti salah, maka kita tidak perlu secara rutin melakukan pengecheckan. Hal ini jauh lebih penting dalam menciptakan produk yang berkualitas. Karena inspeksi masih ada kemungkinan lolos, tapi proses yang anti salah akan jauh lebih penting. Semboyannya adalah Quality is not controlled, quality is produced.
          Disetiap fase six sigma terjadi proses gate review. Proses ini adalah presentasi dari Belt/project leader untuk menyampaikan progress dari projectnya ke sponsor dan steering committee. Showcase apa yang sudah team kerjakan, mendapat feedback atas hasil pekerjaan, termasuk menyampaikan jika ada masalah selama pengerjaan project. Tugas dari sponsor dan steerco adalah memastikan bahwa project sesuai arahan, project ontrack, mengidentifikasi jika terjadi masalah, menyediakan support dan resources yang dibutuhkan. Gate review bukanlah sesi membantai project leader tapi justru sesuatu yang sangat positif bagaimana project leader merasa dibantu dan disupport oleh semua pihak. Gate review juga menentukan apakah project dapat diteruskan atau tidak dengan mengacu dinamika dalam perusahaan. Top management juga dapat mengambil keputusan taktis jika dirasa bahwa project berjalan tidak sesuai harapan. Gate review dihadiri oleh banyak pihak sebagai media pembelajaran, exposure dari leadership dan kemampuan menyampaikan ide, sharing best practice, dan mengkomunikasikan perubahan dari project, serta memitigasi resiko. Gate review yang baik dan disupport penuh oleh top management menjadi factor kunci untuk mensukseskan program six sigma di suatu organisasi.
          Di fase akhir project, akan terjadi validasi penghitungan benefit dari sebuah project yang melibatkan project leader dan accounting. Untuk mencatat dampak dari saving yang dihasilkan project. Saving bisa terjadi karena yield improvement, productivity improvement, inventory optimization, energy cost reduction, percepatan proses leadtime, dan cost reduction lainnya. Hasil saving ini akan dicatat untuk mengupdate biaya produksi untuk material cost, labor cost, overheadcost, atau variable cost lainnya.
          Siklus project ini akan berulang lagi dengan project selection, team selection, dan project execution berikutnya. Inilah yang disebut continuous improvement, never ending journey untuk terus berusaha lebih baik dalam pencapaian performance. Continuous improvement juga menitikberatkan keterlibatan dari setiap individu dalam sebuah organisasi. Semakin banyak individu yang terlibat dalam project improvement maka akan semakin menjadi budaya perusahaan. Setiap orang akan berbicara dengan bahasa yang sama dan menggunakan pendekatan yang sama dalam menyelesaikan masalah. Dengan data sebagai alat untuk menuntun mereka dalam memecahkan masalah. Sehingga semangat improvement ini akan menjadi virus yang akan terus menyebar ke semua orang.Virus perubahan yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan terobosan-terobosan penting sehingga mampu meningkatkan daya saingnya. Apakah perusahaan anda sudah menerapkan Six Sigma?

No comments:

Post a Comment