Sekarang kita berada di era revolusi industry 4.0
dan hal ini menimbulkan banyak pertanyaan: Bagaimana dengan nasib system Lean?
Apakah sekarang ini masih relevan menggunakan Lean di era industry 4.0? Apakah Lean masih diperlukan? Mana yang lebih
baik antara industry 4.0 vs Lean?
SAMAKAN DULU PERSEPSI
Sebelum mengulas lebih jauh mengenai
pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, marilah kita menyamakan persepsi dulu
mengenai apa itu industry 4.0 dan Lean. Industri 4.0 adalah istilah yang
dikenalkan pertama kali di Jerman bahwa kita sekarang sudah memasuki revolusi industry
ke 4 yang menggunakan teknologi tinggi. Jerman sendiri dikenal sebagai bapaknya
manufaktur di Eropa dimana banyak mengenalkan teknologi-teknologi terbaru dalam
industry manufaktur. Revolusi industry pertama
ditandai dengan penggunaan teknologi steam power untuk menggerakan proses
produksi manufaktur. Kemudian dilanjutkan dengan revolusi industry kedua yaitu
ditandai dengan penggunaan teknologi listrik dan assembly line yang
memungkinkan untuk melakukan mass production. Dilanjutkan dengan revolusi industry
ketiga yang dimulai dengan penemuan microprosesor sehingga memungkinkan dalam
penggunaan automation dalam mesin produksi. Dan sekarang kita masuk ke revolusi
industry keempat dimana teknologi terbaru seperti cloud computing, internet of
things, digital transformation, realtime sense and response, robotika,
artificial intelligence, machine learning, 3D printing, dan teknologi terbaru
lainnya yang memungkinkan manufacture melakukan revolusi industry yang melompat
jauh dari sebelumnya. Kita sudah bisa membayangkan adanya “obrolan” mesin
dengan mesin dalam proses produksi. Bagaimana mesin produksi “membaca” order
langsung dari pelanggan dan memetakan semua kebutuhan supply chain. Bagaimana
mesin “memerintah” dalam mengatur jadwal produksi semua mesin sekaligus
melakukan monitoring. Bagaimana mesin mendeteksi secara langsung bagaimana
proses produksi berjalan dan melakukan real time data analysis serta langsung
meresponse jika terjadi deviasi. Impian seperti inilah yang disebut sebagai smart
factory.
THE SMART FACTORY
Kita bisa membayangkan smart factory ini seperti
apa yang dibayangkan Elon Musk pendiri SpaceX dalam membangun pabrik mobil
listrik Tesla. Dimana dia menjanjikan akan melakukan semua full automation pada
pabriknya tanpa perlu bantuan satu orangpun dalam menjalankan proses produksi.
Elon mengatakan bahwa produknya bukanlah mobil tetapi produk sesungguhnya
adalah Giga Factory, nama pabriknya. Sayangnya rencana giga factory tidak
berjalan dengan mulus. Banyak terjadi masalah pada mesin automationnya, yang
akhirnya berdampak pada terlambatnya pengiriman produksi. Hal ini berdampak sangat
besar, kepercayaan investor, kepercayaan pelanggan, supplier, internal management
perusahaan, dan juga nilai saham. Pada satu kesempatan Elon menyatakan dalam
tweetnya bahwa dia terlalu mengandalkan automation dan mengunderestimate peran
manusia.
LEAN DEFINED
Sekarang kita beralih ke Lean. Lean dapat
didefinisikan dari beberapa perspektif yaitu filosofi, prinsip, mindset, management,
dan metode atau tools. Filosofi Lean adalah menghilangkan semua waste/
aktivitas non value added disepanjang end-to-end value chain. Mulai dari
supplier, proses produksi, sampai ke tangan pelanggan. Tujuan Lean sangat jelas
yaitu mempersingkat proses leadtime disepanjang value chain tersebut. Lean
mengenalkan lima prinsip dasar yaitu menentukan keinginan pelanggan,
menciptakan value stream, membuat proses mengalir one piece flow, menggunakan system
pull, dan mengulangi improvement terus menerus menuju sempurna. Lean bukan
hanya menyentuh aspek proses tetapi juga aspek manusia, dan filosofi perusahaan.
Di dalam menciptakan system produksi yang Lean, kita perlu menyentuh aspek-aspek
tersebut secara utuh. Dengan prinsip Continuous Improvement, maka Lean merupakan
sebuah cita-cita yang harus dikejar secara terus-menerus. Tidak ada perusahan
yang Lean yang ada adalah perusahaan yang lebih Lean. Sehingga kita mengenal istilah
Lean Journey. Di dalam House of Lean terbagi dalam 3 bagian yaitu fondasi,
pilar, dan atapnya. Atap Lean adalah objective dari sebuah organisasi. Apa yang
ingin dicapai oleh organisasi tersebut. Biasa direpresentasikan dan diukur dalam
metric SQCDM. Atap ini ditopang oleh 2 pilar utama yaitu pilar Just In Time dan
pilar Jidoka (Autonomation). Dan pilar ini diberikan fondasi yang kokoh yaitu
Standardize Process. Untuk membangun House of Lean, kita tidak bisa serta merta
langsung membangun pilarnya, menerapkan just in time dan autonomation. Kita
tidak bisa menjalankan system pull atau implementasi system automation lainnya
tanpa memiliki fondasi yang kokoh. Kita tidak mungkin menciptakan automation
pada proses yang non value added. Kita tidak bisa langsung menggunakan
automation ini pada proses yang tidak streamline. Prinsip automation pada Lean
adalah hanya menerapkan pada proses yang memberi nilai tambah. Proses yang
streamline. Dan didalam Lean ada prinsip mesin bagus untuk pekerjaan berulang
sedangkan manusia bagus untuk pekerjaan kreatif, dan sebaliknya. Kita harus
memilah mana proses yang cocok untuk diterapkan automation dan mana yang tidak.
Bagaimana dengan fondasi terhadap 2 pilar tersebut? Fondasi dalam Lean termasuk
proses kerja yang standard dan stabil, area kerja 5S yang efektif dan efisien, system
pemeliharaan mesin yang optimal dengan konsep TPM, objective yang terukur dan transparent,
mekanisme system komunikasi untuk melakukan evaluasi hasil pekerjaan dan
problem solving. Tanpa fondasi yang kokoh ini system produksi Lean tidak akan
bisa berjalan. Kita tidak mungkin menjalankan pilar Just In Time untuk proses
kerja yang tidak standard, area kerja yang berantakan, reliabilitas mesin yang
tidak terprediksi, tidak adanya kejelasan ukuran dan sasaran dalam produksi,
dan tidak adanya system komunikasi untuk mengevaluasi jika terjadi
penyimpangan, serta yang paling penting tentu saja peran manusia dalam
melakukan pemecahan masalah. Learning organization adalah satu hal yang wajib
dalam Lean, merekalah ujung tombak di dalam menyelesaikan masalah dan juga
dalam melakukan improvement. Tidak ada system produksi yang langsung sempurna
pada saat desain awal, pasti akan selalu
membutuhkan perbaikan terus-menerus. Disinilah pentingnya empowerment
pada manusia.
Jika kita memahami definisi diatas mengenai
Industry 4.0 dan Lean maka akan jelas sekali benang merahnya. Industri 4.0
adalah bagian dari pilar Autonomation dalam House of Lean. Keduanya bukanlah
pilihan, tetapi justru akan saling mendukung. Industry 4.0 akan memungkinkan system
produksi Lean mencapai kesempurnaan. Dengan penggunaan sensor dan actuator,
realtime data analysis, big data, cloud computing, dan artificial intelligence,
maka akan memungkinkan pemahaman realtime terhadap keinginan pelanggan,
realtime data sharing, feedback langsung terhadap kelemahan produk dan proses, dan
mengurai supply chain yang kompleks. Produksi dapat memproses produk jauh lebih
cepat dengan waste lebih sedikit, dan juga mengurangi inventori secara
dramatis, sehingga proses leadtime di
seluruh rangkaian end-to-end value chain jauh lebih cepat.
Sebaliknya penerapan industry 4.0 tanpa menjalankan
prinsip-prinsip Lean justru akan berakibat fatal. Kita malahan akan menerapkan teknologi
di proses yang tidak tepat, proses yang tidak memberi nilai tambah, melakukan
automation pada proses yang justru menjadi kelemahan mesin, memiliki layout
produksi yang tidak sesuai dengan prinsip value stream, gagal menciptakan
aliran one piece flow, menumpuk banyak inventori dan produk NG, dan sebagainya.
Jangan pernah meremehkan peran manusia dalam melakukan problem solving di
proses produksi. Semua proses membutuhkan evolusi, adjustment, dan improvement terus
menerus untuk menjadi sempurna. Toyota yang sudah menerapkan automation di
hampir semua proses, pada awalnya membutuhkan beberapa percobaan untuk sampai
di titik tersebut. Dan kita bisa melihat bagaimana gigafactory di awal produksi
yang terlalu yakin akan kemampuan automation tapi justru tertatih-tatih dan
merasakan dampak buruknya.
VERDICT
Industri 4.0 adalah yang dibutuhkan untuk
menciptakan Lean yang sempurna. Tapi jangan melupakan fondasi serta
prinsip-prinsip Lean pada proses yang dibuat. Keduanya adalah kepingan puzzle
yang justru saling melengkapi.